ARTICLE AD BOX
Keduanya dideportasi lantaran melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. HRC dideportasi lantaran melakukan tindakan vulgar yang dilakukan, yakni menurunkan celananya di Kawasan Tububeneng, Kuta Utara. Sementara MAMM dideportasi lantaran melebihi waktu izin tinggal alias overstay.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, Albertus Widiatmoko, mengatakan HRC dan MAMM dideportasi ke negara asalnya melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta pada Senin (23/12). “HRC dideportasi menuju Schipol Amsterdam International Airport dan MAMM dengan tujuan akhir Cairo International Airport. Proses pendeportasian dikawal ketat petugas Rudenim Denpasar,” ujarnya pada Rabu (25/12).
Selain dideportasi, lanjut Widiatmoko, keduanya juga dimasukkan dalam daftar penangkalan. Hal itu sesuai dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat diberlakukan hingga enam bulan dan dapat diperpanjang, serta penangkalan seumur hidup dapat diterapkan bagi orang asing yang mengancam keamanan dan ketertiban umum.
“Namun, keputusan akhir mengenai penangkalan akan diputuskan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setelah mempertimbangkan aspek-aspek kasusnya,” kata Widiatmoko.
Dikatakan, HRC dideportasi setelah melakukan tindakan vulgar dengan menurunkan celananya di kawasan Tububeneng, Kuta Utara, Bali, pada awal November 2024. Insiden tersebut sempat viral di media sosial dan menimbulkan keresahan di masyarakat. HRC tinggal di Tibubeneng datang ke Bali dengan izin tinggal ITAS investor yang berlaku hingga 23 Mei 2026. Namun, investigasi menunjukkan HRC tidak menjalankan kegiatan usaha di perusahaan dan alamat yang didaftarkan.
Saat dimintai klarifikasi pada 12 November 2024 oleh petugas Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, HRC mengaku bahwa tindakannya merupakan respons terhadap intimidasi terkait tanah dan vila yang ditempati. Meski demikian, hal yang dilakukan tetap dianggap melanggar ketentuan keimigrasian lantaran tidak sesuai dengan izin tinggal yang diberikan.
Sementara, MAMM dideportasi karena melebihi batas izin tinggal alias overstay selama 853 hari. MAMM tiba di Indonesia pada April 2022 menggunakan visa wisata untuk menikah dengan seorang WNI. Namun, sejak 5 Agustus 2022, MAMM tidak memperpanjang izin tinggalnya akibat kesulitan keuangan. MAMM mengaku ditipu oleh agen perjalanan yang dibayar sebesar Rp 25 juta untuk mengurus perpanjangan izin tinggal, tetapi agen tersebut hilang tanpa jejak.
Selama di Indonesia, MAMM juga pisah dengan kekasihnya, yang semakin memperburuk situasinya. Setelah 853 hari berada di Indonesia tanpa izin tinggal yang sah dan berpisah dengan kekasihnya, MAMM akhirnya melaporkan diri ke Imigrasi Ngurah Rai dan dikenakan tindakan administratif berupa deportasi.
Widiatmoko menjelaskan jika tindakan pendeportasian terhadap kedua WNA tersebut merupakan bagian dari upaya pengawasan yang lebih luas terhadap pelanggaran keimigrasian di Bali. “Kami akan terus memperkuat pengawasan terhadap warga negara asing yang berada di Bali untuk memastikan mereka mematuhi semua peraturan yang berlaku,” imbuhnya.
Terpisah, Kakanwil Kemenkumham Bali Pramella Yunidar Pasaribu, menegaskan akan terus mengawasi keberadaan WNA di Bali, khususnya yang terkait dengan pelanggaran keimigrasian. Pihaknya juga berkomitmen menjaga keamanan dan ketertiban di Bali, terutama dari keberadaan WNA yang tidak mematuhi aturan keimigrasian. “Tindakan tegas akan terus kami lakukan untuk memastikan Bali tetap aman dan nyaman bagi semua pihak,” tegasnya. 7 ol3