ARTICLE AD BOX
“Pancasila menghadapi tantangan jaman. Tantangan itu, berwujud pada aktualisasi Pancasila dalam ketatanegaraan Indonesia. Nilai-nilai Pancasila belum sepenuhnya menjadi pedoman, baik itu dalam pemerintahan dan pembentukan hukum,” ujar Sudirta dalam keterangan yang diterima, Jumat.
Kegiatan seminar kemarin menghadirkan narasumber lainnya seperti; Agustin Teras Narang (Anggota DPD RI), Saor Siagian (Praktisi Hukum) dan Angel Damayanti (Akademisi Fisip UKI). Hasil dari seminar ini akan dibawa sebagai bahan yang akan ditindaklanjuti panelis pada Kongres Alumni UKI yang akan diselenggarakan pada akhir Februari 2025 mendatang.
Seminar dibuka Rektor UKI, Dhaniswara K Harjono yang mengatakan bahwa alumni UKI saat ini telah berjumlah lebih dari 70.000 orang dan berkontribusi dalam berbagai sektor pembangunan bangsa. Dhaniswara kemudian menyambut baik kegiatan ini dan berharap kegiatan ini dapat memberikan rekomendasi terhadap permasalahan bangsa saat ini. Sebagaimana diketahui UKI yang berdiri pada 15 Oktober 1953 telah memiliki banyak kontribusi dalam perjalanan bangsa dan bernegara. Hal ini tidak terlepas dari kontribusi tenaga pengajar, mahasiswa dan alumni UKI yang menjalankan motto UKI ‘Melayani Bukan Dilayani’. Motto UKI ini sejalan dengan falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Implementasi Pancasila yang mempunyai banyak tantangan menjadi concern Ikatan Alumni UKI mengadakan kegiatan Seminar Pra Kongres ke-VII Ikatan Alumni UKI dengan tema ‘Menjadi Terang dan Garam Bagi Bangsa dan Negara’.
Sudirta yang juga peraih Doktor Ilmu Hukum di UKI dalam paparannya mengatakan, UKI sebagai lembaga pendidikan memiliki misi untuk mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik. “Tetapi juga memiliki karakter dan jiwa kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Ini tentunya sesuai dengan motto UKI dan tentunya sejalan dengan 5 sila Pancasila yang menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara,” beber advokat senior yang mantan ‘senator’ dua periode, ini.
Politisi asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Karangasem ini mengatakan bahwa sendi-sendi kehidupan berbangsa saat ini belum mencerminkan nilai-nilai Pancasila serta keadilan sosial belum bisa terwujud secara optimal. Kata dia, masih ada kesenjangan yang sangat lebar, jurang antara si kaya dan si miskin masih menganga karena berbagai faktor yang ada. Sebagai contoh: walaupun di dalam pembukaan UUD, frasa keadilan disebut berulang kali, akan tetapi Pasal 33 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menimbulkan perdebatan karena mengedepankan efisiensi dan menomor duakan keadilan.
Sementara itu, berbagai UU seperti UU Penanaman Modal, UU Pertambangan, UU Perkebunan dan UU Kehutanan masih mendapat kritik secara luas karena sebagian masyarakat menganggap UU tersebut lebih memihak kepada modal asing dan kurang berpihak kepada masyarakat. “Oleh karena itu, salah satu cara untuk menyikapi hal ini adalah dengan memajukan pendidikan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,” tegas Sudirta.
“Pendidikan berbasis Pancasila harus menjadi solusi dan prioritas nasional. Perlu dilakukan langkah strategis yakni mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan, tidak hanya sebagai mata pelajaran tetapi juga dalam praktik keseharian,” imbuh mantan Ketua Tim Perancang Undang-Undang DPD RI periode 2004-2009 dan 2009-2014, ini.
Lanjut dia, perlu diterapkannya pendidikan karakter sejak dini, agar nilai-nilai luhur Pancasila tertanam dalam pola pikir dan perilaku generasi muda dengan memanfaatkan teknologi sebagai sarana edukasi yang positif. Kemudian menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan serta menyiapkan generasi pemimpin yang berorientasi pada pelayanan. Sudirta mendorong adanya kolaborasi positif perguruan tinggi untuk mengaktualisasikan Pancasila dalam setiap kehidupan bangsa dan dalam pembentukan undang-undang. nat