ARTICLE AD BOX
SINGARAJA, NusaBali
Suasana berbeda terlihat di Pura Desa Adat Galiran, Desa Baktiseraga, Kecamatan/Kabupaten Buleleng pada Jumat (31/1) malam. Keluarga besar Oei Cukwan, yang telah menjadi bagian dari krama Desa Adat Galiran, mempersembahkan pertunjukan Barongsai. Keluarga Tionghoa yang telah bermukim selama beberapa generasi tersebut menghaturkan rasa terima kasih (ngaturang suksma) karena telah diterima dengan baik di desa adat setempat.
Pertunjukan Barongsai berlangsung selama sekitar satu jam dan berhasil menghibur ratusan krama di Pura Desa Adat Galiran. Tarian ini ditampilkan mulai sekitar pukul 20.15 Wita, dari perempatan Desa Baktiseraga kemudian masuk ke areal jaba pura. Di area tersebut, krama telah menunggu. Ada yang sekadar melihat, ada pula mengajak foto, dan beberapa di antaranya memberikan angpao.
Adapun tarian tersebut dibawakan oleh tim Barongsai Bahana Surya Dharma Singaraja. Selain menghadirkan pertunjukan Barongsai, keluarga besar Oei Cukwan juga memasang lampion di sepanjang jalan menuju pura. Sebagai dekorasi untuk memeriahkan suasana Tahun Baru Imlek 2576, yang juga bertepatan dengan Piodalan Agung Desa Adat Galiran.
Perwakilan keluarga besar Oei Cukwan, Jro Gede Karang Sadnyana, menjelaskan bahwa pertunjukan Barongsai ini murni sebagai hiburan. Sekaligus merupakan wujud ngaturang suksma atau ucapan terima kasih dari keluarga besar pada krama desa adat. Karena keluarga Tionghoa ini telah diterima di lingkungan desa adat setempat sejak kedatangan pendahulu mereka sekitar seabad lalu.
Perwakilan keluarga besar Oei Cukwan, Jro Gede Karang Sadnyana. –MUZAKKY
Keluarga ini memiliki sejarah panjang di Desa Adat Galiran. Kakek mereka, Oei Cukwan datang dari Kalimantan ke kota Singaraja sekitar tahun 1920 sebagai seorang pedagang. Dalam perjalanannya, Oei Cukwan bertemu dengan tokoh spiritual di Desa Adat Galiran, Jro Made Karang, dan menikahi putrinya yang bernama Ni Made Suati. Sejak saat itu, Oei Cukwan menetap dan menjadi bagian dari Desa Adat Galiran.
Dari pernikahannya itu, Oei Cukwan melahirkan lima orang anak yakni Oei So Tien, Oei So Ling, Oei So Hun, Oei Lam Cuan, dan Oei So Kyu. Sebagian besar anggota keluarga ini secara turun temurun menetap di lingkungan desa adat. “Mereka sudah menetap di sini dari kakek saya, ikut aktif ngayah seperti krama desa adat pada umumnya,” kata Jro Karang Sadnyana, ditemui Jumat malam.
Laku kehidupan menjadi krama desa adat ini dilanjut hingga anak cucu Oei Cukwan. Bahkan, salah seorang putranya, Oei Lam Cuan dipercaya dan diangkat menjadi juru patus desa di desa adat. “Jadi beliau, paman saya (Oei Lam Cuan) menjadi tukang masak setiap ada kegiatan upacara di desa adat,” lanjutnya.
Sampai saat ini, keluarga besar Oei Cukwan telah ada di Desa Adat Galiran selama empat generasi. Kini anggota keluarga tersebut berjumlah sekitar 50 orang dan masih aktif ngayah seperti krama desa adat lainnya. “Semenjak generasi ketiga keluarga kami sudah tidak lagi menggunakan nama Tionghoa, melainkan nama Bali,” ungkap Jero Karang Sadnyana.
Jro Karang Sadnyana mengatakan, Hari Raya Imlek tahun 2025 ini yang jatuh pada Rabu (29/1) lalu merupakan momen bersejarah. “Dalam sejarah keberadaan keluarga kami di sini, belum pernah perayaan Tahun Baru Imlek bertepatan dengan piodalan di kahyangan tiga atau pura desa. Sehingga ini menjadi momen istimewa, dan akhirnya ada inisiatif untuk ngaturang seni Barongsai sebagai hiburan,” ujarnya.
“Barongsai dan pemasangan lampion ini inisiatif yang muncul spontan saat mengetahui bahwa Imlek bertepatan dengan piodalan di pura. Ini murni yadnya, persembahan sebagai wujud rasa terima kasih keluarga kami yang telah diterima dan dihargai di sini,” lanjut dia.
Terkait pertunjukan Barongsai, keluarga besar telah meminta izin kepada pihak desa adat dan mendapat respons positif dari krama. Dia berharap harmonisasi budaya dan toleransi terus terjaga di Desa Adat Galiran. “Barongsai hanya dipertunjukkan di jaba pura (areal luar), tidak masuk ke jeroan (areal dalam). Kami juga mapiuning seperti biasa,” tutur Jro Karang Sadnyana. 7 mzk