ARTICLE AD BOX
Acara ini diresmikan oleh Camat Denpasar Timur Ketut Sri Karyawati serta dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk prajuru adat Banjar Kebonkuri Mangku Kesiman, pangelingsir banjar, seluruh prajuru se-Kelurahan Kesiman, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Linmas, LPM Kelurahan Kesiman, serta perwakilan Jro Bendesa Kesiman. Selain itu, seluruh peserta lomba yang berpartisipasi dalam ajang tahunan ini turut meramaikan acara.
Lurah Kesiman, I Nyoman Nuada, menjelaskan bahwa Bulan Bahasa Bali merupakan program yang telah berjalan sejak 2018 berdasarkan Peraturan Gubernur Bali. Tahun ini, perayaan mengusung tema “Jagat Kerthi”, yang mencerminkan pentingnya keseimbangan alam dan budaya.
“Setiap tahun, kami melihat perkembangan yang positif dalam partisipasi masyarakat, baik dari anak-anak tingkat SD, remaja, hingga ibu-ibu PKK. Bukan sekadar mencari juara, lomba ini menjadi ajang kreativitas dan kebanggaan dalam melestarikan bahasa Bali,” ujar Nuada.
Tiga kategori lomba yang dilaksanakan dalam perayaan tahun ini antara lain Lomba Nyurat Aksara Bali (tingkat SD se-Kelurahan Kesiman), Lomba Masatua Bali (tingkat ibu-ibu PKK se-Kelurahan Kesiman), dan Lomba Nguwacen (tingkat remaja se-Kelurahan Kesiman).
Total peserta yang berpartisipasi tahun ini mencapai 38 orang. Nuada berharap program ini semakin mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga eksistensi bahasa Bali di tengah kemajuan zaman.
Sebelumnya, Desa Adat Kesiman telah menggelar lomba Bulan Bahasa Bali pada Minggu (2/2) di Banjar Biaung, Kesiman. Sementara itu, perayaan di Desa Kesiman Petilan dilaksanakan di Wantilan Pura Pengerebongan Kesiman pada sore harinya.
Salah satu peserta lomba Masatua Bali, Ni Ketut Mastini, yang mewakili Banjar Kebonkuri Kelod, mengungkapkan bahwa ini adalah tahun ketiganya mengikuti kompetisi tersebut.
“Tahun pertama saya mendapat juara dua, tahun lalu belum beruntung, dan tahun ini Astungkara bisa memberikan yang lebih baik. Kegiatan ini sangat positif karena menyoroti bahasa Bali sebagai identitas budaya yang harus dilestarikan,” ujar Mastini yang berprofesi sebagai guru TK dan pelatih tari.
Kelian Lingkungan Kebonkuri Kawan, I Gede Deddy Dwiviyana, mengapresiasi langkah pemerintah dalam menggelar acara ini sebagai bentuk nyata pelestarian bahasa Bali.
“Kami bangga melihat Pemerintah Provinsi dan Kota Denpasar mendukung upaya ini. Selain melibatkan anak SD, remaja, dan ibu-ibu, lomba ini juga mendapat perhatian dari prajuru banjar,” katanya.
Ia menambahkan bahwa pada tahun 2022-2025, perayaan Bulan Bahasa Bali kembali berjalan setelah sempat terhenti akibat pandemi. Pemilihan lokasi lomba pun bergilir setiap tahunnya, dengan Banjar Kebonkuri Mangku dipilih sebagai tuan rumah tahun ini karena kapasitasnya yang luas.
“Kami berharap ke depan ada lebih banyak kategori lomba yang menarik namun tetap mempertahankan pakem bahasa Bali. Kami juga berencana mengadakan Pasraman Kilat bagi anak-anak SD untuk mempersiapkan peserta baru di tahun mendatang,” tambahnya.
Ia juga menyoroti pentingnya meningkatkan kesadaran individu dalam penggunaan bahasa Bali sehari-hari. “Bahasa Bali harus dimulai dari rumah. Saat ini, banyak orang tua lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan anak-anaknya. Begitu juga dalam keagamaan, hanya segelintir orang yang masih bisa mekidung, mekekawin, atau membaca lontar aksara Bali,” ujarnya.
Dengan tema Jagat Kerthi, Bulan Bahasa Bali VII diharapkan tidak hanya menjadi ajang perlombaan, tetapi juga wadah implementasi nyata dalam kehidupan sehari-hari. “Meskipun zaman terus berubah, kita harus tetap menjaga keseimbangan antara budaya dan kemajuan,” pungkasnya. *m03