ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali
Empat mantan pejabat pengelola keuangan di Kecamatan Kerambitan, Tabanan, dihadapkan ke meja hijau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Rabu (19/2) atas dugaan korupsi dana Usaha Ekonomi Produktif (UEP) yang bersumber dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Mereka didakwa telah melakukan tindak yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,030 miliar.
Keempat terdakwa, yakni mantan Ketua Pengelola UEP I Wayan Sukarma, 59, mantan Bendahara UEP I Nyoman Edi Arta Sanjaya, 51, mantan Kepala LPD Adat Meliling I Nyoman Duantara, 51, dan mantan Ketua Badan Koordinasi Kecamatan (BKK) Kerambitan Drs I Made Widiarta, 59.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan, I Made Santiawan dkk dihadapan Ketua Majelis Hakim Heriyanti dengan Hakim Anggota Nelson dan Imam Santoso, mengungkapkan sejak tahun 2014 hingga 2021, para terdakwa yang ditunjuk sebagai pengelola dana UEP diduga menyalahgunakan dana bergulir tersebut.
Kasus ini bermula dari penyaluran dana Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang bersumber dari APBN sejak tahun 2004. Kecamatan Kerambitan menerima Rp 1 miliar untuk program Simpan Pinjam Perempuan (SPP), Program UEP, dan kegiatan fisik, di mana Rp 535.489.447 dialokasikan untuk UEP yang kemudian disalurkan ke berbagai LPD di wilayah tersebut.
Pada tahun 2005, Kecamatan Kerambitan kembali menerima tambahan dana UEP sebesar Rp 260.351.600, sehingga total dana yang dikelola mencapai Rp 795.841.047. Setelah dikurangi biaya operasional sebesar 5%, dana yang langsung dikelola oleh pengurus UEP berjumlah Rp 756.049.700.
Dalam proses pengelolaan dana tersebut, para terdakwa diduga melakukan berbagai pelanggaran. Salah satunya adalah pengajuan proposal pinjaman dana UEP oleh saksi I Ketut Buda Aryana selaku Kepala LPD Desa Adat Belumbang pada Januari 2016. Ia mengajukan pinjaman Rp 100 juta tanpa memenuhi persyaratan yang ditetapkan, seperti Form I-LPD yang memuat hasil seleksi LPD sebagai calon partisipan PPK. “Proposal tersebut kemudian dilengkapi dengan daftar penerima manfaat yang ternyata fiktif,” beber JPU.
“Terdakwa I Wayan Sukarma menyetujui pencairan dana UEP atas dasar kepercayaan tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu," lanjutnya. Persetujuan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh I Nyoman Edi Arta Sanjaya selaku Bendahara UEP, yang mencairkan dana sebesar Rp 100 juta pada 29 Maret 2016 melalui transfer dari rekening UEP Kecamatan Kerambitan ke rekening LPD Desa Adat Belumbang.
Aksi para tersangka terus berlangsung hingga tahun 2021. Berdasarkan Laporan Hasil Audit oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Bali Nomor PE.03.02/S 1146/PW22/5/2024 Tanggal 27 Juni 2024, tindakan para terdakwa tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 1.030.000.000.
Para terdakwa diduga melakukan pencairan dan penggunaan dana UEP secara tidak sah, tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku, serta menyalahgunakan dana untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Berdasarkan dakwaan, I Wayan Sukarma diduga memberikan keuntungan sebesar Rp 100 juta kepada saksi I Ketut Buda Aryana, sebesar Rp 450 juta kepada I Nyoman Edi Arta Sanjaya sebesar Rp 400 juta kepada I Nyoman Duantara, dan sebesar Rp 80 juta kepada Drs I Made Widiarta.
Namun demikian, terdapat juga penyelamatan keuangan negara, melalui aset terdakwa senilai Rp 905.700.000. Seperti dari I Wayan Sukarma Rp 416.400.000, I Nyoman Edi Arta Sanjaya Rp 149 juta, Nyoman Duantara Rp 340 juta, dan juga dari I Made Widiarta.
Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1), subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI yang sama, atau Pasal 9 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI yang sama. Dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp. 200 juta dan paling banyak Rp. 1 miliar. 7 t