Takut Jadi Bumerang bagi Paslon, Debat Berbahasa Inggris dan Bali Belum Diakomodir

1 week ago 4
ARTICLE AD BOX
Debat publik dapat menjadi wahana ideal untuk menguji kemampuan bahasa para pasangan calon (paslon). Mereka bisa membuktikan komitmen mengajegkan Bali dengan memakai Bahasa Bali yang baik. Paslon juga dapat memamerkan kelayakan mereka memimpin daerah pariwisata global dengan memakai bahasa asing.

Kabupaten Badung yang menjadi jantung pariwisata Bali dinilai relevan untuk mengakomodir debat berbahasa asing dan daerah. Ini menyangkut kasus turis nakal dan pelestarian adat dan budaya. KPU Badung sendiri mengaku sempat berharap ada debat mengakomodir Bahasa Inggris dan Bahasa Bali.

“Saya juga pinginnya begitu. Tapi sampai sekarang belum ada sampai ke sana, belum sampai ke paslon itu berdebat dalam bahasa asing,” ujar Yusa Arsana kepada NusaBali.com di sela persiapan debat publik perdana Pilbup Badung 2024 di The Trans Resort Bali, Seminyak, Kuta, Badung, Kamis (24/10/2024).

KPU Badung disebut tidak mungkin mengatur debat semau sendiri. Variasi debat harus dari masukan dan disepakati para paslon yang berdebat. Sebab, debat publik atau debat terbuka adalah salah satu bentuk metode kampanye sehingga perlu disesuaikan dengan kebutuhan para paslon yang terlibat.

“Kami berharap ada masukan dari masing-masing paslon karena debat ini kesepakatan dan bagian dari kampanye yang mereka lakukan. Kalau ini menjadi beban bagi mereka yang tidak familiar dengan bahasa asing, tentu mereka tidak pilih,” ungkap Yusa Arsana.

Perlu dicatat, bahasa daerah seperti Bahasa Bali di dalam konteks debat juga disebut bahasa asing. KPU tidak memaksakan debat berbahasa asing ini meskipun dapat dibilang menjadi beban moral calon pemimpin Badung. Hal ini lantaran dikhawatirkan jadi bumerang bagi paslon itu sendiri.

Hal ini terutamanya ketika memakai Bahasa Bali. Yusa Arsana menilai Bahasa Bali bahkan lebih rumit dari bahasa asing seperti Bahasa Inggris dikarenakan adanya sor singgih basa (tingkatan bahasa). Kata saudara kembar Bendesa Adat Jimbaran ini, tidak banyak orang Bali yang mampu menerapkan sor singgih basa ini.

“Sor singgih basa ini tidak banyak yang bisa dan tidak banyak yang mengerti juga. Dan kalau itu salah kan bisa jadi bumerang juga, bisa ditanya balik dan dipertajam oleh yang paham. Itu yang mereka (paslon) hindari,” tegas Yusa Arsana.

Namun, KPU Badung masih terbuka jika paslon ingin memakai istilah bahasa asing dan/atau Bahasa Bali. Sesuai regulasi, istilah asing harus dijelaskan maknanya oleh pelempar istilah jika waktunya memungkinkan.

Sejatinya, jika paslon tidak berdebat dengan bahasa asing atau bahasa daerah, penguasaan bahasa ini dapat dipamerkan saat menyampaikan closing statement. KPU pun mengaku, bakal mencoba mengusulkan gagasan ini dan syukur-syukur disepakati untuk debat kedua dan ketiga. *rat
Read Entire Article