ARTICLE AD BOX
Mengusung tema ‘Cultural Transformation: Integrating ESG, Cybersecurity, and Innovative Risk Management, seminar diikuti ratusan auditor dirancang untuk mengatasi tantangan terkini dalam dunia audit internal pada sektor publik, swasta, BUMN, dan akademi.
Ketua Umum YPIA Dr Setyanto P Santosa, SE, MA, QIA mengatakan, era disrupsi digital dan krisis iklim yang terjadi saat ini mendorong organisasi untuk mampu mengadaptasi pendekatan pengelolaan risiko yang lebih strategis, kolaboratif, dan inovatif.
“Dalam menghadapi dunia yang semakin rumit, di mana black swan event makin sering terjadi, maka transformasi budaya dalam pengelolaan risiko menjadi makin penting bagi internal audit, sebagai garda terdepan dalam menjaga tata kelola dan akuntabilitas, yang kini dituntut untuk memainkan peran yang lebih strategis dalam menghadapi tantangan global yang terus berkembang,” ujarnya kepada awak media, Kamis (5/12/2024).
Di masa mendatang, kata Setyanto, organisasi baik sektor publik, swasta, BUMN, dan akademisi perlu mengadopsi pendekatan proses bisnis yang lebih adaptive, proactive, dan resilient. Integrasi ESG, keamanan siber, dan inovasi manajemen risiko tidak hanya membantu organisasi bertahan tetapi juga menciptakan peluang untuk pertumbuhan berkelanjutan (sustainable), sehingga mampu menjadi future-ready organization.
Menurutnya, untuk bertransformasi menjadi future-ready organization diperlukan kemampuan untuk melaksanakan transformasi budaya sebagai landasan strategis untuk menghadapi dinamika global yang terus berubah.
YPIA melalui kegiatan SNIA 2024 (https://ypia.id/) menyediakan sesi untuk brain-storming bagi para praktisi dan pemerhati di bidang internal audit serta pimpinan di instansi pemerintah, swasta, BUMN, dan akademi, serta merumuskan rekomendasi bagi para key-stakeholder pada level nasional dan daerah.
Adapun rekomendasi yang dihasilkan SNIA 2024 yakni Mengintegrasikan ESG sebagai Core Business Strategy, Membangun Cyber-Resilient Ecosystem dengan Pendekatan Budaya Kolaboratif, Mengadopsi Predictive Risk Analytics untuk Mengelola Ketidakpastian, dan Membangun Adaptive Leadership untuk Merespons Era TUNA (Turbulence, Uncertainty, Novelty, and Ambiguity), Mendorong Behavioral Alignment untuk Mengakselerasi Transformasi Budaya di Organisasi.
“Dengan mengadopsi pendekatan yang lebih holistik terhadap transformasi budaya dan integrasi ESG, keamanan siber, serta manajemen risiko inovatif, diharapkan organisasi dapat membangun pondasi yang lebih kokoh dalam menghadapi ketidakpastian global dan digitalisasi yang semakin kompleks,” tandas Setyanto.