ARTICLE AD BOX
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya pun menyerukan usulan moratorium ini perlu dikaji lebih mendalam sebelum diterapkan.
“Mandek atau gimana ini, yang saya tidak tahu saya denger sih di pusat iming-iming seperti itu. Nah sekarang apa, kalau pusat akan mengambil alih, yang tahu permasalahan Bali kan orang Bali, sehingga harus ada koordinasi, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak bagus dan bertentangan nanti,” ujar Rai Suryawijaya pada Jumat (18/10) pagi.
Rai Suryawijaya menyatakan sebelum moratorium diterapkan, kajian yang komprehensif perlu dilakukan. Dia menyarankan agar moratorium ditunda hingga ada kajian yang mendalam dan menyeluruh, sehingga dasar kebijakan tersebut lebih kuat. Selain itu, dia juga menekankan pentingnya sinkronisasi dan harmonisasi dengan kondisi yang ada di Bali.
Saat bertemu dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno di Sanur Festival pada Kamis (17/10), Suryawijaya menyebut tidak ada pembahasan soal moratorium. “Saat itu beliau (Sandiaga Uno) sedang tidak enak badan, jadi kami hanya sempat melakukan farewell dan memberikan kenang-kenangan karena masa jabatannya di kabinet telah berakhir,” ungkap Rai Suryawijaya.
Meskipun begitu, Rai Suryawijaya mengapresiasi wacana moratorium yang sebelumnya disuarakan oleh Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan dan Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno. Masih menurut Rai Suryawijaya, penerapan moratorium seharusnya didasarkan pada hasil kajian yang mendalam. Dia menyatakan bahwa riset diperlukan untuk menentukan kapasitas optimal Bali selatan. Moratorium, lanjutnya, dapat diterapkan untuk mencegah alih fungsi lahan yang berlebihan, seperti dengan menghentikan sementara pembangunan beach club atau hotel yang memanfaatkan lahan besar. Rai Suryawijaya juga menyoroti potensi dampak moratorium terhadap masyarakat lokal.
“Kita harus hati-hati, jangan sampai moratorium justru merugikan masyarakat. Contohnya, jika krama lokal yang memiliki tanah di kawasan wisata seperti Canggu dilarang membangun, itu akan mempersulit mereka. Tanah yang tidak bisa dimanfaatkan bisa memicu penjualan tanah karena pajak tetap harus dibayar,” kata pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua PHRI Bali itu.
Menurut Rai Suryawijaya, moratorium seharusnya diterapkan secara selektif dengan mempertimbangkan beberapa indikator. Dia menyatakan bahwa jika terdapat kelebihan pasokan, moratorium bisa diberlakukan untuk mencegah persaingan yang tidak sehat. Namun, dengan tingkat hunian hotel yang sudah mencapai 80-90 persen dan permintaan yang masih tinggi, kebijakan tersebut perlu dipertimbangkan dengan matang.
Dia menekankan pentingnya keterlibatan seluruh pemangku kepentingan pariwisata dalam proses kajian dan pengambilan keputusan terkait moratorium. Setelah kajian selesai, perlu ada uji publik yang melibatkan semua pihak. Dengan begitu, kebijakan yang diambil diharapkan bisa lebih dipahami dan diterima oleh semua kalangan.
“Penataan kawasan pariwisata sangat penting, namun harus disertai dengan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran. Jika ada aturan yang dilanggar, pelanggar harus ditindak tegas,” kata Rai Suryawijaya. 7 ol3