ARTICLE AD BOX
Majelis hakim yang dipimpin I Putu Agus Adi Antara ini menyatakan Lazuardi terbukti bersalah melakukan tindak pidana permufakatan jahat melakukan tindak pidana mengedarkan narkotika sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 Ayat (1) Undang- Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selain pidana penjara, Lazuardi juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 10 miliar.
“Dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” tegas majelis hakim. Putusan ini lebih ringan 4 tahun dari yang dituntutkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Gusti Lanang Suyadnyana, yaitu 19 tahun penjara. Terkait putusan ini JPU menyatakan pikir-pikir, sedangkan terdakwa pasrah dan menyatakan menerima. Disebutkan salah satu pertimbangan yang memberatkan putusan majelis hakim, yaitu terdakwa sebelumnya merupakan mantan narapidana yang pernah dijatuhi hukuman 3 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur atas kasus skimming kartu ATM di Cipinang. Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan, mengakui perbuatannya, kooperatif, dan masih muda.
Dijelaskan dalam persidangan, terdakwa diringkus Tim Direktorat Narkoba Bareskrim Polri di tempat kosnya di Jalan Gunung Taman Sari II C Nomor 88 Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, pada 2 Mei 2024 lalu. Tim Bareskrim Polri yang dipimpin oleh AKBP Andi Oddang Riuh melakukan penggeledahan dan menemukan barang bukti sejumlah paket shabu masing-masing dengan berat 1.063 gram, 1.067 gram, 1.062 gram, 1.069 gram, 1.059 gram, 1.063 gram, dan 94 gram.
Kasus ini berawal pada Maret 2024 ketika Lazuardi menghubungi seorang gembong narkoba bernama Fredi Pratama (DPO dalam beberapa Tindak Pidana Narkotika yang sudah diputus sebelumnya) untuk meminta pekerjaan. Fredi pun menawarkan pekerjaan kepada Lazuardi di Bali yang baru terwujud pada April. Terdakwa yang tanpa pikir panjang menerima pekerjaan itu, lantas dikirimi uang Rp 10 juta untuk biaya perjalanan dan akomodasi terdakwa menuju Jakarta oleh Fredi.
Sesampainya di Jakarta, terdakwa mengambil tas berisi shabu di sebuah kamar hotel yang telah disiapkan tanpa kunci. Barang haram tersebut kemudian dibawa ke Bali menggunakan perjalanan darat setelah Fredi mengirim tambahan uang Rp 5 juta. Dalam perjalanan, Lazuardi memindahkan shabu ke dalam koper dan menyewa kos-kosan di wilayah Sesetan, Denpasar. Selama di Bali, terdakwa terus menerima instruksi dari Fredi untuk mendistribusikan narkoba di beberapa lokasi. “Fredi bahkan mengirim uang Rp 70 juta sebagai imbalan yang sebagian digunakan untuk membeli motor sebagai kendaraan operasional.
Namun, aksi Lazuardi terendus polisi. Pada 2 Mei 2024, tim dari Mabes Polri menggerebek kos-kosan terdakwa di Sesetan dan menemukan 6,4 kilogram shabu, beserta sejumlah peralatan seperti timbangan, alat pres, dan berbagai perlengkapan lainnya.
Untuk diketahui, Fredi Pratama merupakan pemilik dari pabrik gelap pembuatan narkotika jenis ekstasi di kawasan Sunter, Jakarta Utara yang telah menghasilkan 7.800 butir pil ekstasi dan telah dibongkar oleh Bareskrim Polri. Sedangkan terdakwa dalam kasus ini merupakan salah satu kaki tangan Fredi Pratama untuk mengedarkan produknya. 7 cr79