ARTICLE AD BOX
Lalu, seperti apakah kegiatan akhir manusia itu?
Menurut Nyoman Sambat, petani yang cuma menyelesaikan SMP, dan terus menerus jadi petani, kegiatan akhir semua orang itu pasti berhenti bernapas. Jantung tidak berdetak, darah berhenti beredar, dan otak macet akibat tak ada asupan oksigen.
“Kalau yang itu namanya kegiatan terakhir. Kegiatan akhir itu tak sama dengan terakhir,” jelas Ketut Kaplug, yang mengolah tanahnya yang sempit buat ditanami bunga-bunga keperluan upacara seperti gumitir, atau pacar galuh. Bunga pacar galuh atau pacar air ini merah, putih, ungu, selalu laris saban hari raya.
Kaplug sempat satu semester kuliah di fakultas ekonomi, drop out karena ayahnya meninggal. Karena sama-sama bernasib jadi petani, Sambat dan Kaplug yang tinggal satu desa, jadi akrab, senasib dan sepenanggungan. “Kita ini sama, Plug, tak pernah dapat perhatian pemerintah,” begitu Sambat selalu ngomel.
“Kalau kita nanti mati tetap jadi petani dan nasib kita tidak diperhatikan negara, itu artinya kegiatan akhir kita adalah manusia dengan nasib terbengkalai.” jelas Kaplug.
Kalau begitu, menurut Sambat, manusia itu punya kegiatan akhir yang sangat beragam. “Seperti Mangku Olas, setelah pensiun ia jadi pemangku. Artinya kegiatan akhirnya sebagai manusia adalah berserah diri pada Hyang Widhi dan melayani umat.”
Kaplug membenarkan pendapat Sambat. Ia kemudian bercerita betapa banyak lansia yang melakukan kegiatan akhir sesuai dengan keinginannya. Banyak di antara mereka yang senang mengajak rekan-rekannya untuk menikmati sisa hidup dengan kegiatan santai, bersenda gurau, riang gembira, dan saling tukar menukar cerita-cerita lucu sehingga mereka bisa tertawa terpingkal-pingkal.
“Itu sebabnya ya kita sering mendengar para lansia melakukan reuni, temu kangen,” ujar Kaplug. Ia mengaku diajak reuni sesama rekan SD, lalu SMP, lantas teman SMA. “Kalau saja tamat universitas, pasti diajak reunian juga sama teman-teman mahasiswa. Untung aku drop out, sehingga gak sibuk reunian. Hahaha…”
“Aku juga, diajak reunian sama teman-teman SMP.”
“Kamu datang?”
“Nggak.”
“Kenapa?”
“Malu, kulitku hitam dekil, dan mereka pasti bicara yang hebat-hebat, kalau petani macam aku pasti gak nyampe sama omongan mereka. Masak aku ngomong tentang sapi yang memamah rumput atau hama yang menyerang padi? Hehehe…”
Kegiatan-kegiatan akhir selalu menjadi kebutuhan banyak orang. Akun media sosial milik para lansia senantiasa dimeriahkan oleh acara kumpul-kumpul sesama teman semasa sekolah dan kuliah. Dan mereka selalu ingin mengulanginya kembali. Yang sukses dan banyak duit berjanji menanggung semua biaya pertemuan kelak.
Di masa-masa jaya manusia lupa, tidak peduli, bahwa mereka akan menemui saat untuk melakukan kegiatan-kegiatan terakhir. Para politikus, calon legislatif dan eksekutif, saat berkampanye seakan lupa, ada saat mereka menghadapi kegiatan akhir: tak lagi berkuasa, teman menjauh, hidup begitu sunyi sendiri. Orang-orang di puncak sukses seakan bakal selalu jadi pemenang. Padahal siapapun paham, di ujung waktu ada masa pensiun.
“Kalau kamu, Plug, kira-kira apa kegiatan akhirmu nanti? Jadi petani, ke sawah dan ke kebun terus kan tidak mungkin. Kita bakalan renta, melangkah saja sulit.”
“Kegiatan akhirku nanti ngemong cucu, jadi sri empu. Kalau kamu?”
“Aku ingin terus bertani, sampai napasku habis. Aku ingin mati di tengah sawah. Sekalian membuktikan, walau pemerintah tak peduli sama pertanian, masih ada warga yang jadi petani sampai akhir hayat.”
Kaplug tersentak mendengar keinginan rekannya. Disampaikan seperti main-main, padahal sungguh-sungguh. Dua sahabat itu lama diam saling pandang. Batin mereka berkecamuk membayangkan kegiatan akhir mereka kelak adalah bertani. Mereka terus menerus bertani, terus menerus sulit mendapat perhatian pemerintah. 7